Bahagia dan Berdaya di Usia Senja

Jakarta, 26/7 (ANTARA) - Dalam beberapa tahun terakhir, glorifikasi bonus demografi tak henti bergaung di tengah masyarakat. Namun isu kelompok lanjut usia seakan tereduksi dari khalayak.
Fenomena penuaan penduduk telah terjadi di berbagai negara. United Nations Population Division mencatat Jepang, Italia, dan Finlandia menduduki posisi teratas sebagai negara yang memiliki persentase populasi lansia lebih dari 20 persen pada 2024.
Sedangkan berdasarkan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Statistik Nasional (BPS), persentase penduduk lanjut usia di Indonesia mencapai 12 persen pada 2024. Angka tersebut akan meningkat dan diproyeksikan menyentuh 20,31 persen pada 2045.
Ini artinya, dalam 20 tahun ke depan, seperlima dari penduduk Indonesia merupakan kelompok lanjut usia yang berusia lebih dari 60 tahun atau telah memasuki masa pensiun.
Usia lansia berpijak dengan Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 yang mendefinisikan lanjut usia sebagai seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun ke atas.
Berbagai rencana disiapkan oleh pemerintah untuk menghadapi fase penuaan penduduk yang pasti akan terjadi di Indonesia.
Misalnya, menetapkan arah kebijakan melalui sejumlah kerangka Prioritas Nasional yang menyasar inklusivitas dalam masyarakat termasuk penyediaan layanan bagi para lansia.
Layanan Lansia Terintegrasi (LLT)
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) menginisiasi salah satu program khusus lansia yang memberikan berbagai akses layanan kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Program yang disebut dengan nama Layanan Lansia Terintegrasi (LLT) telah berjalan sejak 2021 di Provinsi Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Diharapkan apabila lansia bisa mengakses layanan yang dibutuhkan, ini bisa mempermudah lansia untuk bisa menjadi lansia yang mandiri, sejahtera, dan juga bermartabat,” kata Tirta Sutedjo, Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Program ini diharapkan dapat mendorong perwujudan kota ramah lansia yang merangkul lansia untuk aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk bisa menyentuh langsung akar rumput, dikerahkan kader-kader di tingkat kelurahan/desa yang menjadi perpanjangan tangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Implementasi LLT di daerah
Sejak 2022, Layanan Lansia Terintegrasi (LLT) Rasa Sayang Kelurahan Guwosari telah mengakomodir kebutuhan para lansia di Kelurahan Guwosari, Kabupaten Bantul, DIY.
LLT Rasa Sayang membagi layanannya ke dalam tiga level. Level pertama adalah lansia yang masih aktif dan mandiri.
Level kedua adalah lansia yang sudah mulai membutuhkan alat bantu, namun masih bisa beraktivitas dan melakukan perjalanan sederhana.
Adapun lansia level ketiga adalah mereka yang tidak bisa beraktivitas tanpa bantuan orang lain dan terbaring di tempat tidur.
Manager Operasional LLT Rasa Sayang Kelurahan Guwosari Yuli Nuryanti menyampaikan bahwa berdasarkan survei yang dilakukan timnya pada 2023, sebanyak 90 persen lansia di wilayah tersebut membutuhkan layanan kesehatan. Selain tentunya aspek ekonomi dan sosial juga membayangi kehidupan para lansia.
“Oleh karena itu kita mengklasifikasikan pembuatan kegiatan dan layanan itu berdasarkan kebutuhan mereka,” kata Yuli.
Guna menjaga kebugaran fisik dan mental para lansia di Kelurahan Guwosari, LLT menyediakan program Balai Amor yang diselenggarakan selama tiga kali dalam sebulan.
Dalam kegiatan ini, lansia mengikuti senam fisik anti-stroke, anti-diabetes, senam otak, serta edukasi seputar kesehatan lansia.
Pemenuhan kebutuhan kesehatan para lansia digerakkan melalui pelibatan 15 posyandu di Kelurahan Guwosari. Pemeriksaan kesehatan rutin ditunjang dengan senam dan penyampaian materi yang edukatif.
Tujuannya lagi-lagi adalah tidak hanya untuk menyentuh aspek kesehatan semata, namun aspek sosial yang memungkinkan para lansia berinteraksi antar sesama.
“Untuk saya pribadi bermanfaat sekali ya karena biasanya dulu kerja dari pagi sampai sore jadi ada kegiatan. Kalau tidak ada kegiatan di rumah, kan, saya pikir juga tidak bagus juga ya, karena otak kita jadi berhenti,” ujar seorang lansia bernama Endang Suwardani yang mengikuti kegiatan LLT.
Aspek ekonomi juga tidak lepas dari perhatian LLT, terbukti dengan merangkul para lansia aktif untuk terlibat dalam pembuatan produk UMKM yang diberi nama Tukudadi.
Sejak Oktober 2024, sembilan lansia aktif digandeng untuk membuat olahan bawang merah dan bawang putih setiap hari Selasa dan dipasarkan melalui aplikasi pesan instan kepada warga sekitar.
Tidak bertujuan mencari untung untuk LLT, menurut Yuli Nuryanti, kegiatan usaha produktif ini bertujuan untuk membantu para lansia yang terdesak kebutuhan ekonomi ataupun hanya sekadar mengisi waktu luang agar menjaga fungsi kognitif mereka.
Berbagai layanan di atas telah cukup mengakomodir kebutuhan para lansia aktif. Namun LLT Rasa Sayang Kelurahan Guwosari tidak ingin tebang pilih dalam memberikan layanan kepada para warga senior di wilayah tersebut.
Sebanyak 16 lansia bedridden atau terbaring di tempat tidur pun didampingi secara rutin.
Setiap minggu para kader LLT rutin mengunjungi rumah para lansia bedridden secara bergantian untuk memberikan perawatan kepada para lansia seperti pemberian obat, membersihkan rumah, memandikan para lansia, hingga memotong kuku dan rambut mereka.
“Dengan semua keterbatasan lansia yang dihadapi saat ini kami berupaya untuk memberikan ruang, memberikan layanan, memberikan dampingan, supaya mereka merasa disayang di akhir hayatnya, mereka merasa dimanusiakan,” ujar Yuli Nuryanti.
Membersamai para lansia
Sosiolog dari Universitas Indonesia Ida Ruwaida menyampaikan bahwa rekognisi terhadap para lansia adalah membuat mereka merasa ada dan bermakna, sehingga hal itu bisa membuat lansia merasa bahagia.
Menurut Ida, Indonesia bisa meniru Jepang yang telah lebih dulu memasuki fase penuaan penduduk. Di Jepang, para lansia diberikan pekerjaan yang masih dapat diakses oleh mereka.
Selain itu, infrastruktur sosial di komunitas diharapkan bukan hanya memberikan perhatian, namun juga pendampingan kepada para lansia yang tidak semuanya memiliki keluarga untuk membersamai mereka.
“Bagaimana paradigma kita berubah tentang lansia bahwa lansia itu bukan beban. Lansia itu bukan kelompok yang dianggap tidak produktif lagi. Sebetulnya, kan, produktivitas sebaiknya tidak dihitung dari aspek sumbangsih secara ekonomi,” kata Ida Ruwaida.
Memberikan manfaat bagi masyarakat bisa memercikkan kebahagiaan di hati para wreda. Penting untuk mencegah rasa kesepian karena bisa melahirkan depresi bagi mereka yang berakhir pada demensia.
Sebelum masuk ke komunitas, keluarga perlu memahami bahwa menjadi tua adalah hal mutlak dan lansia butuh keluarga untuk tetap berpijak. (ANTARA/Rina Nur Anggraini)
📬 Berlangganan Newsletter
Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.