JMDN logo

HUT ke-80 RI: Harapan Hijau dan Tantangan Masa Depan Biologi

📍 Nasional
18 Agustus 2025
93 views
HUT ke-80 RI: Harapan Hijau dan Tantangan Masa Depan Biologi

Jakarta, 18/8 (ANTARA) - Tahun 2025 ini, Indonesia merayakan 80 tahun kemerdekaannya. Delapan dekade bukanlah usia yang singkat bagi perjalanan sebuah bangsa.


Selama mengisi kemerdekaan itu pula, Indonesia terus menapaki perjalanan penuh warna, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun ilmu pengetahuan. Salah satu bidang yang punya peran penting, namun sering luput dari sorotan publik adalah biologi.


Biologi bukan hanya ilmu tentang makhluk hidup. Ia juga cermin dari bagaimana bangsa ini menjaga alam, memanfaatkan sumber daya, sekaligus melindungi kesehatan rakyatnya.


Di usia 80 tahun kemerdekaan, sudah saatnya kita menengok kembali bagaimana perjalanan biologi di Indonesia, sekaligus memikirkan tantangan besar yang menanti di masa depan.


Sejak awal kemerdekaan, biologi di Indonesia erat kaitannya dengan kekayaan alam. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversitas yang merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia.


Laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK, 2023) menyebutkan, Indonesia memiliki lebih dari 20 persen spesies dunia, termasuk 515 spesies mamalia, 1.598 spesies burung, 270 spesies amfibi, dan ribuan tumbuhan endemik.


Potensi ini menjadi kebanggaan, tapi sekaligus tanggung jawab dan tantangan besar bagi Indonesia. Di satu sisi, biodiversitas bisa menopang pangan, obat-obatan, hingga pariwisata. Di sisi lain, eksploitasi yang berlebihan membuatnya terancam punah.


Data dari organisasi internasional yang bergerak di bidang konservasi sumber daya alam, yaitu International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List 2024 menunjukkan, lebih dari 1.100 spesies di Indonesia kini terancam punah, mulai dari orangutan, badak Jawa, hingga ikan pari manta.


Dari sisi pendidikan, biologi juga berkembang pesat. Jika dulu biologi hanya dipelajari sebagai ilmu dasar, kini cabangnya semakin luas, di antaranya adalah bioteknologi, biomedis, mikrobiologi kelautan, hingga bioinformatika.


Perguruan tinggi di Indonesia semakin banyak menghasilkan penelitian yang berkontribusi bagi dunia. Misalnya, riset-riset tentang rumput laut yang bukan hanya menjadi komoditas ekspor, tetapi juga sebagai bahan obat dan kosmetik.


Perjalanan bangsa juga diwarnai oleh tantangan kesehatan. Pandemi COVID-19 yang melanda sejak 2020 menjadi pengingat betapa pentingnya riset biologi dan kedokteran. Indonesia sempat kesulitan di awal, namun kemudian mampu bangkit dengan mengembangkan riset vaksin, obat herbal, hingga uji klinis yang lebih ketat.


Namun, tantangan lingkungan pun semakin nyata. Perubahan iklim, polusi udara, pencemaran laut, seperti halnya mikroplastik, dan deforestasi membuat banyak spesies hewan maupun tumbuhan laut kehilangan habitat.


Menurut laporan Global Forest Watch (2023), Indonesia kehilangan lebih dari 1 juta hektare hutan primer sejak 2002. Padahal, hutan tropis kita adalah paru-paru dunia, sekaligus rumah bagi jutaan spesies hewan atau tumbuhan.


Fenomena ini berdampak langsung pada kehidupan manusia. Terjadinya banjir, longsor, kekeringan, hingga munculnya penyakit baru (zoonosis) seringkali berakar pada kerusakan ekosistem. Contoh nyata adalah meningkatnya kasus demam berdarah dan malaria akibat perubahan pola iklim yang memengaruhi populasi nyamuk.


Kemandirian bangsa


Salah satu refleksi penting 80 tahun kemerdekaan adalah sejauh mana Indonesia mampu mandiri dalam bidang sains dan teknologi? Bidang biologi, khususnya bioteknologi, menjadi salah satu kunci masa depan.


Riset tentang vaksin merah putih, bioetanol dari singkong dan tebu, hingga edible coating dari kitosan kerang hijau menunjukkan kemampuan anak bangsa dalam memanfaatkan dan mengembangkan potensi sumber daya alam yang dimiliki.


Bahkan, beberapa universitas sudah mengembangkan teknologi clustered regularly interspaced short palindromic repeats (CRISPR) yang merupakan alat penyuntingan gen yang kuat yang memungkinkan para ilmuwan untuk memodifikasi DNA organisme hidup secara selektif dalam riset genetika.


Namun, tantangannya adalah bagaimana inovasi ini tidak berhenti di laboratorium, melainkan benar-benar sampai ke masyarakat.


Data Scimago Journal & Country Rank (2024) menunjukkan, publikasi ilmiah Indonesia di bidang biologi meningkat pesat dalam 10 tahun terakhir, masuk peringkat 40 besar dunia.


Tetapi kontribusi paten dan produk bioteknologi masih relatif kecil. Artinya, Indonesia masih butuh lompatan agar tidak sekadar menjadi konsumen teknologi, tapi tapi diharapkan menjadi produsen dan inovator teknologi, khususnya di bidang biologi yakni bioteknologi.


Biologi laut


Indonesia juga dikenal sebagai negara maritim. Laut bukan hanya jalur transportasi, tapi juga sumber kehidupan. Potensi biologi laut sangat luar biasa: dari ikan konsumsi, misalnya Ikan Tuna (Thunnus spp.) yang merupakan komoditas ekspor bernilai tinggi, sumber protein hewani dan asam lemak omega-3; mikroalga, misalnya Nannochloropsis sp. yang kaya akan lipid dan potensial sebagai bahan baku biodiesel, hingga bioprospeksi senyawa obat dari spons laut, misalnya Halichondria okadai yang menghasilkan Halichondrin B yang dapat dikembangkan menjadi obat kanker (Eribulin).


Namun, kenyataan di lapangan belum sepenuhnya menggembirakan. Data FAO (2023) menyebutkan, stok ikan dunia menurun drastis, termasuk di Indonesia. Praktik penangkapan berlebihan (overfshing) dan pencemaran plastik laut menjadi ancaman serius.


Di sisi pangan darat, tantangan lain adalah ketergantungan pada beras. Padahal, Indonesia punya ratusan jenis pangan lokal: sagu, jagung, sorgum, hingga umbi-umbian. Dari sudut pandang biologi, diversifikasi pangan sangat penting untuk mencegah krisis dan menjaga gizi masyarakat.


Dalam Sidang Tahunan MPR 2025, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa “kemerdekaan sejati adalah terbebas dari kemiskinan, kelaparan, dan penderitaan”. Pernyataan ini memberi makna baru terhadap kemerdekaan yang kita rayakan sejak 80 tahun lalu, bukan sekedar simbol, tetapi harapan nyata untuk kesejahteraan rakyat.


Pernyataan tersebut sangat relevan dengan telaah tentang amanah biologi Indonesia ke depan yang bukan hanya soal riset di laboratorium atau konservasi, tetapi juga bagaimana ilmu ini mendukung solusi konkret dari ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, hingga keamanan ekologis, sehingga kemerdekaan itu benar-benar mewadahi hak hidup yang layak bagi seluruh rakyat.


Kini, saatnya kita perlu bertanya, apakah kita sudah cukup menghargai kekayaan biologi yang kita miliki?


Di banyak daerah, masih terjadi konflik antara pembangunan dan konservasi. Hutan ditebang untuk perkebunan, perumahan, perkantoran;, laut tercemar oleh limbah, sementara satwa endemik terus berkurang. Padahal, identitas bangsa ini justru terletak pada kekayaan hayati yang tidak dimiliki negara lain.


Kita juga sering lupa bahwa biologi menyentuh aspek halal dan thayyib dalam pangan, kesehatan, dan lingkungan. Konsep ini sejalan dengan nilai religius yang menjadi bagian penting dari jati diri bangsa. Makanan sehat, lingkungan bersih, dan riset yang bermanfaat adalah wujud ibadah dan pengabdian pada masyarakat.


Memasuki 100 tahun Indonesia merdeka pada 2045, ada beberapa tantangan besar biologi yang harus dihadapi, di antaranya adalah krisis iklim dan biodiversitas, kedaulatan pangan dan obat, inovasi bioteknologi, pendidikan dan literasi sains, dan etika dan keberlanjutan.


Dari berbagai tantangan tersebut, muncul pertanyaan: apakah Indonesia mampu menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan konservasi alam; bisakah kita mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan bergizi dan obat-obatan berbasis sumber daya lokal; apakah riset biologi bisa bertransformasi menjadi industri strategis, bukan hanya publikasi akademik; bagaimana memastikan generasi muda melek biologi, tidak mudah terjebak hoaks kesehatan, dan siap bersaing di era digital; dan apakah kemajuan bioteknologi akan tetap berpijak pada nilai moral, agama, dan kemanusiaan.


Delapan puluh tahun kemerdekaan adalah momentum untuk merenung, sekaligus melangkah lebih jauh. Biologi bukan ilmu yang berdiri sendiri, tetapi menyatu dalam denyut kehidupan bangsa. Dari udara yang kita hirup, makanan yang kita makan, hingga teknologi yang menyelamatkan nyawa.


Jika Indonesia mampu menjaga kekayaan hayatinya, mengembangkan bioteknologi secara mandiri, dan menjadikan biologi bagian dari budaya bangsa, maka cita-cita Indonesia Emas 2045 bukan sekadar mimpi.


Merdeka bukan hanya soal politik, tapi juga soal ilmu pengetahuan. Dan di sinilah biologi punya peran besar: menjaga kehidupan agar bangsa ini tetap berdiri kokoh di tengah tantangan zaman.


 


*) Misbakhul Munir adalah dosen UINSA Surabaya


Oleh Misbakhul Munir, SSi, MKes *)

📬 Berlangganan Newsletter

Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.

Berita Populer

Berita Populer