Terbangunnya Ekosistem Olahraga Lari di Indonesia

Jakarta, 28/8 (ANTARA) - Olahraga lari sedang mengalami transformasi besar di Indonesia. Dulu, berlari kerap hanya dipandang sebagai aktivitas sederhana untuk menjaga kebugaran, dilakukan secara individual tanpa banyak persiapan. Kini, tren itu berubah cepat.
Lari berkembang menjadi bagian dari gaya hidup sehat, sarana ekspresi diri, dan arena pembuktian mental serta fisik.
Fenomena ini terlihat semakin kuat menjelang Jakarta Running Festival (JRF) 2025, di mana ratusan pelari pemula bersiap menorehkan debut mereka dalam ajang Virgin Marathon.
Di balik semangat itu, lahir kesadaran bersama bahwa keberhasilan pelari tidak hanya soal individu, tetapi juga tentang hadirnya ekosistem lari yang sehat, inklusif, dan berkelanjutan.
Membangun ekosistem semacam itu memerlukan dukungan banyak pihak. Bukan hanya pelari yang bekerja keras, tetapi juga peran pelatih profesional, pakar medis, penyedia fasilitas, komunitas, hingga korporasi yang melihat olahraga sebagai bagian dari investasi sosial.
Kehadiran program pelatihan seperti Le Minerale Running Squad menjadi salah satu contoh inisiatif yang mempertemukan semua unsur tersebut dalam satu ruang kolaborasi.
Meski diinisiasi oleh pihak swasta, semangatnya jauh melampaui kepentingan komersial. Intinya adalah memastikan para pelari, terutama pemula, mendapatkan pembekalan yang tepat agar perjalanan mereka menuju garis finish lebih aman, efektif, dan penuh makna.
Yuna Eka Kristina, Head of Public Relations and Digital Le Minerale, menjelaskan bahwa program ini lahir dari pengamatan terhadap meningkatnya minat masyarakat terhadap olahraga lari, khususnya maraton.
Semakin banyak orang yang menjadikan maraton sebagai simbol tantangan diri, namun kesadaran akan pentingnya persiapan menyeluruh masih belum merata.
Dari sinilah peran pendampingan profesional menjadi penting, karena mempersiapkan tubuh dan pikiran untuk menempuh jarak jauh bukan sekadar tentang latihan fisik.
Menurut Yuna, program pendampingan penting dirancang untuk membangun komunitas pelari yang sehat dan berkelanjutan, bukan sekadar menyiapkan peserta untuk satu ajang kompetisi.
“Olahraga lari sekarang bukan sekadar hobi, tetapi sudah menjadi bagian gaya hidup. Namun untuk bisa menikmati prosesnya, dibutuhkan panduan yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak,” ujarnya.
Berbasis Ilmu
Peran komunitas pelatihan lari yang dikenal dengan pendekatan berbasis ilmu pengetahuan seperti Gantar Velocity misalnya semakin signifikan di tengah upaya bersama mewujudkan ekosistem olahraga lari yang kondusif di tanah air.
Coach Agung, salah satu pelatihnya, menegaskan bahwa pelari pemula memerlukan panduan detail agar proses latihan berjalan optimal.
Menurutnya, kesalahan terbesar pemula biasanya terletak pada ketidaktahuan tentang teknik dasar, pengaturan tempo, dan manajemen energi.
“Kami membimbing peserta mulai dari fondasi termasuk bagaimana cara berlari yang efisien, mengatur frekuensi latihan, hingga memahami fase pemulihan. Semua dilakukan secara personal dan terstruktur agar mereka siap menghadapi tantangan maraton,” ujarnya.
Program pelatihan ini mencakup kombinasi latihan recovery run, easy run, tempo run, interval, dan long run, ditambah edukasi tentang teknik lari, penguatan otot melalui strength training, dan running drills.
Pendekatan ini bukan hanya untuk meningkatkan stamina, tetapi juga untuk melindungi peserta dari risiko cedera. Edukasi menjadi aspek penting karena olahraga lari jarak jauh seringkali menuntut lebih dari sekadar kekuatan otot.
Pelari perlu memahami respons tubuh mereka, membaca sinyal kelelahan, dan menyesuaikan strategi latihan dengan kapasitas individu.
Dari pelatih lapangan, pakar medis pun penting untuk dilibatkan. Seorang pakar medis dr. Adrian Setiaji, Sp.KFR, AIFO-K, atau yang akrab disapa Dokter Medok yang kerap terlibat dalam pendampingan pelatihan berpendapat, kunci keberhasilan pelari bukan hanya soal kecepatan dan ketahanan, tetapi juga tentang manajemen tubuh.
Aktivitas lari jarak jauh memerlukan asupan energi, hidrasi, dan mineral yang tepat agar otot bekerja optimal dan risiko cedera bisa ditekan.
“Peran mineral sangat penting dalam menjaga metabolisme otot dan performa. Tanpa keseimbangan cairan dan nutrisi, tubuh bisa kehilangan kemampuan adaptasi terhadap beban latihan,” ujarnya.
Pendekatan berbasis sains seperti ini membuat para peserta tidak hanya siap fisik, tetapi juga lebih sadar terhadap pentingnya menjaga kesehatan tubuh secara menyeluruh.
Saling Mendukung
Keterlibatan berbagai pihak menciptakan ekosistem yang saling mendukung. Bagi peserta, pengalaman ini bukan hanya tentang mencapai catatan waktu terbaik, tetapi tentang menemukan ruang belajar, membangun kepercayaan diri, dan berjejaring dengan komunitas.
Novi, salah satu peserta program yang menargetkan menyelesaikan Virgin Full Marathon dalam waktu 4 jam 30 menit, mengungkapkan betapa besar manfaat pendampingan ini.
Seorang coach akan mengarahkan latihannya dengan detail. Sehingga seseorang bisa lebih percaya diri karena tahu setiap sesi latihan punya tujuan yang jelas. “Ini tentang mempersiapkan tubuh dan pikiran agar kuat sampai garis finish,” tuturnya.
Cerita Novi mewakili semangat banyak pelari lain yang melihat ajang kompetisi lari sebagai momentum untuk membuktikan pada diri sendiri bahwa batasan bisa ditaklukkan.
Di sisi lain, muncul kebutuhan lebih besar untuk memastikan ekosistem ini tumbuh secara merata. Masih banyak daerah di Indonesia yang belum memiliki fasilitas lari memadai, jalur latihan yang aman, atau akses edukasi terkait olahraga jarak jauh.
Padahal, meningkatnya minat masyarakat terhadap maraton bisa menjadi peluang besar untuk membangun budaya olahraga yang inklusif. Kolaborasi antara komunitas, sektor swasta, dan pemerintah menjadi kunci untuk mengisi kesenjangan ini.
Program seperti pelatihan menjelang event besar menunjukkan bagaimana sebuah inisiatif bisa mendorong kesadaran publik, sekaligus membuka ruang partisipasi lebih luas bagi berbagai kelompok masyarakat.
Jakarta Running Festival 2025 memang menjadi salah satu contoh dari sekian banyak titik penting ajang serupa yang mendorong makin banyak lahirnya generasi baru pelari Indonesia.
Ajang ini memadukan semangat kompetisi dan kebersamaan, memberikan panggung bagi para pelari pemula sekaligus komunitas yang mendukung mereka.
Namun, yang lebih penting adalah warisan jangka panjang yang bisa dihasilkan yakni terbentuknya budaya lari yang sehat, kolaboratif, dan berkelanjutan.
Ekosistem lari Indonesia bukan hanya tentang memecahkan rekor, melainkan tentang memastikan setiap orang memiliki kesempatan, fasilitas, dan dukungan untuk berkembang bersama.
Tren yang berkembang ini memberi pesan jelas bahwa membangun ekosistem olahraga yang inklusif membutuhkan pendekatan bersama.
Fasilitas memadai, pendampingan ahli, edukasi yang tepat, dan dukungan komunitas adalah pilar pentingnya. Dengan kolaborasi lintas sektor, olahraga lari bisa menjadi ruang pemberdayaan, tempat orang menemukan batas dirinya sekaligus meruntuhkannya.
Dari pelari pemula hingga pelatih, dari pakar medis hingga penyedia fasilitas, semua bagian ekosistem ini bekerja membentuk gerakan bersama yang lebih besar untuk menyiapkan Indonesia sebagai rumah bagi komunitas pelari yang sehat, tangguh, dan saling menguatkan. (ANTARA/Hanni Sofia)
📬 Berlangganan Newsletter
Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.