JMDN logo

Mendorong Efisiensi Melalui Inovasi Digital

📍 Politik dan Pemerintahan
2 September 2025
13 views
Mendorong Efisiensi Melalui Inovasi Digital

Jakarta, 02/9 (ANTARA) - Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati, resmi memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 5 Agustus 2025.


Regulasi ini hadir sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak untuk menjaga keberlanjutan fiskal negara, sekaligus memastikan bahwa belanja negara diarahkan secara lebih strategis dan tepat sasaran.


PMK ini bukan sekadar instrumen penghematan, tetapi juga mencerminkan arah baru dalam pengelolaan keuangan negara yang lebih adaptif terhadap tantangan zaman, termasuk digitalisasi dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (ICT).


Berdasar peraturan tersebut, setiap kementerian/lembaga (K/L) wajib melakukan efisiensi terhadap berbagai jenis belanja, seperti perjalanan dinas, jasa konsultan, kegiatan seremonial, hingga belanja modal infrastruktur.


Efisiensi ini dilakukan melalui revisi anggaran dan penyesuaian daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA), dengan pengawasan ketat dari Kementerian Keuangan.


Efisiensi tidak hanya berlaku pada belanja yang bersumber dari rupiah murni, tetapi juga dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP), pinjaman dan hibah, serta surat berharga syariah negara (SBSN). Hasil efisiensi diarahkan untuk mendanai program prioritas Presiden, seperti pembangunan infrastruktur strategis, pendidikan, kesehatan, dan digitalisasi layanan publik.


Pilar efisiensi


Dalam konteks efisiensi, digitalisasi dan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) memainkan peran sentral. PMK 56/2025 secara eksplisit menyebutkan bahwa salah satu item belanja yang harus ditekan adalah lisensi aplikasi dan jasa konsultan digital.


Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mulai meninjau ulang efektivitas belanja digital, terutama yang tidak memberikan dampak langsung terhadap pelayanan publik atau kinerja instansi.


Namun, ini bukan berarti digitalisasi dikesampingkan. Justru, efisiensi ini mendorong K/L untuk mengoptimalkan aset digital yang sudah dimiliki, memanfaatkan open-source software, dan mengintegrasikan sistem informasi lintas instansi untuk menghindari duplikasi belanja aplikasi dan sistem.


Dalam semangat efisiensi dan transparansi yang diusung oleh Peraturan Menkeu tersebut, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi semakin krusial dalam pengawasan dan pelaporan anggaran negara.


Regulasi ini membuka ruang yang luas bagi kementerian dan lembaga untuk mengintegrasikan sistem digital dalam setiap tahapan pelaksanaan anggaran. Dengan tekanan untuk mengefisienkan belanja, sekaligus menjaga akuntabilitas, pemerintah mendorong penggunaan sistem monitoring digital yang mampu merekam dan melaporkan pelaksanaan anggaran secara real-time dan akurat.


Salah satu bentuk konkret dari pemanfaatan ICT adalah integrasi sistem akuntansi dan pelaporan keuangan berbasis cloud, yang memungkinkan data keuangan dikelola secara lebih efisien dan dapat diakses lintas unit kerja, tanpa hambatan geografis.


Selain itu, dashboard digital yang menampilkan data kinerja anggaran secara langsung menjadi alat penting dalam mengevaluasi efektivitas belanja dan mendeteksi potensi penyimpangan sejak dini. Tidak kalah penting, pengembangan sistem e-budgeting dan e-revisi DIPA juga menjadi bagian dari transformasi digital yang mempercepat proses revisi anggaran dan memastikan seluruh perubahan terdokumentasi dengan baik.


Langkah-langkah ini mencerminkan arah baru dalam tata kelola keuangan negara yang tidak hanya mengedepankan efisiensi, tetapi juga menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dengan dukungan ICT, proses pengelolaan anggaran menjadi lebih tertib, ekonomis, dan efektif, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah.


Tantangan dan solusi


Salah satu tantangan utama dalam pelaksanaan PMK ini adalah bagaimana K/L dapat tetap menjalankan transformasi digital di tengah tekanan efisiensi. Banyak instansi yang selama ini bergantung pada belanja modal untuk pengadaan perangkat keras, perangkat lunak, dan layanan digital.


Solusinya adalah beralih ke model digital yang lebih hemat biaya, seperti cloud computing untuk mengurangi kebutuhan belanja server fisik dan pemeliharaan, Open-source software untuk mengurangi biaya lisensi aplikasi, shared-services antar-K/L untuk menghindari duplikasi sistem dan aplikasi, serta digital upskilling internal untuk mengurangi ketergantungan pada jasa konsultan eksternal.


Dengan pendekatan ini, efisiensi tidak berarti pengurangan kualitas layanan, tetapi justru peningkatan efektivitas melalui teknologi.


Peraturan menteri tersebut juga menegaskan bahwa pelayanan publik tidak boleh terganggu oleh efisiensi anggaran. Ini berarti bahwa digitalisasi layanan publik, seperti e-government, e-tax, e-health, dan e-education, harus tetap berjalan dan bahkan ditingkatkan.


K/L didorong untuk mengalokasikan hasil efisiensi ke program digital yang berdampak langsung pada masyarakat, seperti digitalisasi layanan perizinan dan administrasi publik, Pengembangan platform terpadu untuk pelayanan masyarakat, peningkatan keamanan siber dan perlindungan data pribadi.


Dengan demikian, PMK ini mendorong transformasi digital yang lebih terarah dan berorientasi pada hasil.


Evaluasi 


Dalam konteks pelaksanaan efisiensi anggaran yang diatur dalam PMK Nomor 56 Tahun 2025, teknologi informasi dan komunikasi (ICT) memainkan peran yang sangat strategis, khususnya dalam proses evaluasi kinerja anggaran.


Regulasi ini memberikan ruang bagi penyesuaian indikator dan variabel penilaian apabila efisiensi yang dilakukan berdampak pada capaian program. Di sinilah ICT hadir sebagai tulang punggung dalam menyediakan data yang akurat dan analitik yang tajam untuk mendukung proses evaluasi tersebut.


Melalui sistem digital yang terintegrasi, kementerian dan lembaga dapat secara langsung memantau bagaimana efisiensi anggaran memengaruhi output dan outcome dari program-program yang dijalankan.


Data historis dan prediktif yang diolah melalui teknologi analitik memungkinkan instansi pemerintah untuk menilai efektivitas belanja secara lebih objektif dan berbasis bukti. Tidak hanya itu, laporan kinerja yang dihasilkan pun menjadi lebih akurat dan dapat diverifikasi, sehingga memperkuat akuntabilitas publik.


Dengan dukungan ICT, proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan anggaran menjadi lebih transparan dan responsif. Pemerintah tidak lagi hanya mengandalkan intuisi atau laporan manual, tetapi dapat menggunakan data real-time untuk menilai dampak kebijakan secara langsung.


Ini menjadikan ICT bukan sekadar alat bantu, melainkan elemen kunci dalam menciptakan tata kelola keuangan negara yang lebih efisien, efektif, dan berorientasi pada hasil.


PMK Nomor 56 Tahun 2025 bukan hanya regulasi penghematan, tetapi juga momentum untuk reinventing digital governance. Di tengah tuntutan efisiensi, pemerintah justru didorong untuk lebih cerdas dalam menggunakan teknologi, menghindari pemborosan digital, dan memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan memberikan nilai tambah yang nyata.


ICT bukan sekadar alat, tetapi menjadi fondasi dalam menciptakan pemerintahan yang efisien, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan pendekatan yang tepat, PMK ini dapat menjadi katalis bagi transformasi digital sektor publik yang lebih berkelanjutan dan berdampak luas.


 


*) Dr Joko Rurianto adalah profesional di bidang telekomunikasi, aktif menulis jurnal pemasaran strategis dan literasi teknologi digital dalam praktik bisnis modern


Oleh Dr. Joko Rurianto *)

📬 Berlangganan Newsletter

Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.

Berita Populer

Berita Populer