Diplomasi Wastra Benang Rempah Promosikan Indonesia di Panggung Dunia

Jakarta, 06/8 (ANTARA) - Partisipasi Indonesia dalam Festival Culture and Art Jordan 2025 menghadirkan wajah yang berbeda dari sekadar diplomasi budaya.
Di tengah dominasi pertunjukan negara-negara besar yang datang dengan dukungan institusi dan dana negara, delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Hj. Amanah Asri hadir sebagai representasi rakyat biasa yang bersahaja tapi penuh makna.
Bukan karena keterbatasan, melainkan sebagai bentuk kesadaran akan kekuatan budaya akar rumput yang sesungguhnya.
Didorong oleh semangat kolaborasi lintas daerah dan latar belakang, mereka datang membawa warisan budaya yang bukan hanya ditampilkan, tetapi juga dihidupkan kembali dalam konteks global yang lebih relevan dan berdampak.
Festival yang berlangsung selama dua bulan penuh di kota-kota bersejarah Jordania seperti Jerash dan Petra itu diikuti 67 negara, menjadikannya sebagai salah satu panggung budaya paling inklusif di kawasan Timur Tengah.
Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Hj. Amanah Asri resmi diundang Pemerintah Jordania untuk berpartisipasi dalam festival budaya internasional berskala global tersebdan Indonesia hadir pada 24 Juli-2 Agustus 2025.
Pada kesempatan itu, Indonesia hadir dengan semangat menyampaikan nilai-nilai budaya bukan sebagai hiburan semata, tetapi sebagai tawaran peradaban yang berakar pada kearifan lokal, inovasi ekologis, dan semangat gotong royong.
Angklung, tarian tradisional, dan peragaan busana dari bahan tekstil berbasis limbah rempah-rempah menjadi elemen utama penampilan Indonesia.
Komposisi delegasi mencerminkan keberagaman sosial Indonesia. Ada Komunitas Angklung Giri Svara, komunitas Dayak dari Kalimantan Timur, UMKM dari Sumatra Barat, serta komunitas perajin tas dari Banten.
Para anggota rombongan berasal dari latar belakang yang sangat beragam, mulai dari ibu rumah tangga, dosen, pengusaha UMKM, hingga Direktur Bank dan penari profesional.
Mereka tidak sekadar datang sebagai peserta festival, tetapi sebagai duta informal yang dengan ketulusan hati mempersembahkan kebudayaan Indonesia kepada dunia.
Tak ada satu pun dari mereka yang disponsori pemerintah. Seluruh perjalanan dan pengorbanan mereka bersumber dari keinginan pribadi untuk menjadikan budaya Indonesia sebagai subjek yang hidup di ruang-ruang publik di dunia internasional.
Di balik sorotan panggung dan kostum tradisional, kain benang rempah pun menjadi simbol inovasi yang mencuri perhatian publik.
Produk tekstil yang bahan dasarnya berasal dari limbah batang dan daun rempah seperti lengkuas dan serai wangi ini merupakan karya Hj. Amanah Asri, yang tak hanya bertindak sebagai pemimpin delegasi, tetapi juga sebagai penemu dan pelopor pemanfaatan limbah rempah menjadi serat tekstil alami.
Ditenun oleh masyarakat adat dengan alat tenun tradisional, benang rempah menjadi simbol keberlanjutan dan pemberdayaan.
Alih-alih dibakar dan menjadi penyumbang emisi karbon, limbah rempah kini menjelma menjadi produk berdaya saing tinggi dan berwawasan lingkungan.
Daya tarik benang rempah tak hanya pada narasi ekologisnya, tetapi juga pada keberhasilan pengujiannya di berbagai balai besar industri tekstil dan pulp di bawah Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
Serat dari batang rempah terbukti memiliki kelenturan, daya tahan, dan kandungan selulosa yang tinggi. Proses inovatif ini memberikan nilai tambah pada limbah pertanian yang selama ini diabaikan.
Secara ekonomis, pendekatan ini membuka peluang baru bagi masyarakat desa dan adat dalam rantai produksi tekstil yang berorientasi ekspor, tanpa kehilangan unsur keaslian dan keberlanjutan.
Ekonomi Sirkuler
Kehadiran Indonesia di panggung Amfiteater Jerash dan situs warisan dunia Petra menjadi penegasan bahwa diplomasi budaya tak melulu soal negara.
Melainkan juga soal gagasan, dedikasi, dan keberanian untuk membawa pesan yang lebih dalam melalui simbol-simbol yang hidup.
Indonesia tidak tampil dengan kemewahan, tapi menekankan pada kekayaan nilai. Dalam kunjungan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di Amman, Amanah Asri berkesempatan memperkenalkan langsung kain benang rempah kepada Duta Besar Indonesia untuk Jordania, Ade Padmo Sarwono.
Pertemuan itu menjadi bukti bahwa inovasi berbasis budaya lokal Indonesia mendapat tempat dalam konteks diplomasi resmi negara.
Kain benang rempah bukan hanya mencerminkan estetika, tetapi juga membawa pesan penting tentang pengelolaan limbah, keberlanjutan industri tekstil, dan potensi ekonomi sirkular.
Dengan pendekatan yang menekankan tiga aspek utama yaitu keaslian, potensi pasar, dan keberlanjutan, produk ini telah menembus pasar internasional di Arab Saudi, Jepang, Korea Selatan, Turki, hingga Amerika Serikat.
Namun, pendekatan yang dipilih untuk mempromosikannya tetap konsisten yakni membawa produk ini ke panggung dunia terlebih dahulu demi memperkuat narasi bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki solusi lokal untuk tantangan global.
Keikutsertaan di Jordania hanyalah satu langkah dari rangkaian panjang perjalanan kain benang rempah ke panggung dunia.
Setelah Jordania, delegasi telah menerima undangan untuk tampil di Osaka, Oman, dan Serbia. Setiap festival menjadi ajang untuk menegaskan posisi Indonesia sebagai negara dengan visi budaya yang tidak hanya berorientasi pada pelestarian, tetapi juga pada transformasi dan inovasi.
Inilah wajah baru Indonesia yang ingin disampaikan melalui benang-benang yang dijalin dari rempah dan semangat gotong royong.
Pengalaman ini menunjukkan bahwa pengakuan internasional terhadap budaya Indonesia tidak hanya datang dari apa yang dipamerkan di panggung, tetapi dari nilai-nilai yang terkandung dalam proses kreatifnya.
Dari limbah yang tak berguna menjadi wastra yang dipuja, dari komunitas lokal ke panggung global, dari tangan perempuan desa ke meja diplomasi dunia. Itulah kekuatan budaya jika dikelola dengan visi yang tepat.
Langkah yang dilakukan rombongan delegasi yang berangkat secara swadaya dari tanah air itu di Jordania bukan semata pertunjukan budaya, tapi lebih seperti sebuah narasi kebangkitan.
Kebangkitan untuk melihat kembali potensi dalam negeri, menjadikannya solusi ekologis, dan memperjuangkannya di tingkat internasional dengan penuh optimistis.
Lewat benang rempah, mereka tidak hanya menenun kain, tetapi juga menenun harapan, peradaban, dan masa depan yang berakar dari tanah sendiri. (ANTARA/Hanni Sofia)
📬 Berlangganan Newsletter
Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.