Pemprov Babel dan Bakamla Bahas Konsep "Carbon Free Island"

Pangkalpinang, 08/8 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI membahas konsep pulau yang bebas atau rendah dari emisi karbon atau "carbon free island" yang akan direalisasikan di Pulau Belitung.
"Dalam pembahasan ini kita ingin bersinergi dan Bakamla Babel ingin ikut mendukung rencana ini untuk diterapkan di Pulau Belitung," kata Wakil Gubernur Babel Hellyana di Pangkalpinang, Kamis.
Ia mengatakan di Belitung sudah berdiri Yayasan Tanam Bakau, yang dari hasil kunjungan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan ikut mendukung rencana bebas emisi karbon di Belitung.
"Ketika KKP merumuskan "carbon free island" ini, saingan Babel hanya Jeju di Korea Selatan yang punya target netral karbon di sana," ujarnya.
"Carbon free island" adalah sebuah konsep yang bertujuan untuk menjadikan suatu pulau sebagai wilayah dengan emisi karbon yang sangat rendah atau mendekati nol. Konsep ini berfokus pada pengurangan emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2), yang dihasilkan dari berbagai aktivitas di pulau tersebut.
Menurut dia, jika dihitung Pulau Belitung lebih sedikit emisi gas rumah kaca, sedangkan Jeju Korea masih ada kendala limbah.
Ia menjelaskan, hitungan-hitungan tentang pabrik karbon terdapat 449 lubang timah yang akan terus bertambah, begitu juga lahan kritis dan SDM untuk reklamasi dengan tanaman pohon yang akan memperbaiki.
Oleh karena itu, kata dia, yang memiliki tanggung jawab untuk mengurangi emisi karbon adalah mereka yang dapat memberikan sumbangsih menciptakan bisnis karbon ke depan.
"Begitu juga untuk penindakan tambang liar yang merusak mangrove yang menjadi nafas dunia. Belitung sudah ditetapkan sebagai geopark, jadi kita bukan hanya menjual alamnya yang bagus, tapi di situ juga oksigen tersedia melimpah," katanya.
Kepala Stasiun Bakamla RI Wilayah Babel Yuli Eko Prihartanto mengatakan hadirnya Bakamla bukan hanya untuk melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan, tapi juga memberi perlindungan konservasi sumber daya alam hayati.
"Jadi konsentrasi masalah konservasi daerah pesisir kita tidak hanya penegakan hukum, tetapi juga membina beberapa kegiatan penertiban di wilayah pesisir," katanya.
Menurut dia, bisnis karbon memiliki potensi luar biasa di Indonesia, karena di Singapura untuk satu perusahaan, emisi karbonnya dihitung per jam, per hari, bahkan per tahun dan sudah ada regulasi bagi perusahaan penghasil efek karbon harus membeli karbon dari negara lain yang sudah dijalankan.
Bahkan nanti jika komunitas bakau sudah diinisiasi pemerintah, masyarakat tidak perlu jadi nelayan, tetapi cukup merawat bakau yang pendanaan perawatan berasal dari perusahaan yang akan membeli, dan warga bisa mendapat gaji dengan menjual karbon.
"Kami terus mendukung pemerintah daerah agar masyarakat di Kepulauan Babel kesejahteraannya meningkat, masyarakat pesisir tidak pusing lagi mencari nafkah, cukup menjual karbon," katanya. (ANTARA/Donatus Dasapurna Putranta)
📬 Berlangganan Newsletter
Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.