Merawat Pesanggrahan Peninggalan Belanda di Tahura Sultan Adam

Banjar, Kalsel, 31/8 (ANTARA) - Pagi itu beberapa pekerja sibuk dengan sapu dan perkakas kebersihan di area Pesanggrahan Belanda, Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Kicauan burung hingga tonggeret berbunyi nyaring, suara merdu di ketinggian 450 mdpl dengan suasana tenang di kawasan hutan yang jauh dari padatnya permukiman.
di sekeliling pesanggrahan itu tampak pemandangan alam dengan bukit-bukit yang kaya akan jutaan flora dan fauna yang membentang luas, yang bahkan tidak dijumpai selain di hutan Kalimantan.
Seorang lelaki berbadan tegap terlihat mencabut rumput yang tumbuh liar dan menyapu di halaman bangunan kolonial itu, membuangnya ke tong sampah yang tak jauh dari bangunan.
Sehari-hari, lelaki berpostur gempal dan tinggi semampai itu mengulang aktivitas yang sama, membersihkan dan merawat lingkungan Pesanggrahan Belanda.
Beranjak ke dalam bangunan, beberapa kaum perempuan sibuk dengan perabotan di dalam bangunan kuno itu. Menata barang-barang, membersihkan debu yang melekat di foto-foto kolonial yang terpajang di dinding. Dinding bangunan sangat kuat, dinding kayu itu dicat dengan vernis untuk memperindahnya.
Tak jauh dari situ, salah satu penjaga melayani pengunjung di sebuah ruangan yang didesain untuk memasarkan hasil produk-produk olahan UMKM lokal. Pesanggrahan ini memberdayakan karya penduduk setempat untuk dijual kepada tamu-tamu dari luar daerah.
Para pekerja itu pun merupakan penduduk desa setempat yang juga diberdayakan pemerintah daerah untuk merawat situs bersejarah tersebut.
Bangunan kuno peninggalan kolonial itu dahulu digunakan pejabat Belanda sebagai tempat peristirahatan pada tahun 1939-1942. Bangunan yang memiliki panjang dan lebar sekitar belasan hingga 20an meter, berdinding dan atap kayu Ulin yang masih kokoh dan akan kuat hingga ratusan tahun.
Bangunan terbagi menjadi beberapa bagian, ruang tamu, kamar tidur, dapur, kamar mandi. Ruang-ruang itu dulu ditata dan digunakan oleh kolonial. Struktur dinding fondasi dari campuran batu andesit dan semen portland serta kerikil.
Sekitar 10 meter ke bawah, terdapat sebuah garasi yang digunakan pejabat Belanda untuk memarkir mobil. Dengan panjang sekitar lima meter dan lebar tiga meter. Susunan bangunan garasi itu dari campuran bata, semen portland, kerikil, dan struktur rangka baja bertulang.
Turun sekitar 50 meter, terdapat fasilitas kolam renang dan lapangan tenis yang dulu digunakan pejabat Belanda. Bangunan-bangunan ini dulu dirancang oleh AW Rynders pada 1939, yang saat itu tercatat sebagai arsitek di wilayah Zuit En Oost Borneo.
“Pesanggrahan ini dulu hanya tersisa dinding fondasi dan beberapa bagian lain. Lalu kami melibatkan peneliti sejarah dari Universitas Lambung Mangkurat untuk mengembalikan struktur bangunan kembali seperti awal saat kolonial memimpin Pemerintahan Borneo,” kata Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan Fathimatuzzahra.
Pemerintahan Borneo
Sebagai tempat peristirahatan pejabat Belanda, pesanggrahan ini diresmikan pada tanggal 26 Februari 1939 oleh Pemerintahan Borneo, yang pada saat itu dipimpin Dr Bauke Jan (BJ) Haga pada periode kepemimpinan 1938-1942.
Namun, pada 1943 Jepang menguasai tanah Borneo yang menyebabkan banyaknya pejabat pemerintah Hindia Belanda meninggalkan pulau itu. Pada tahun yang sama, tentara Jepang memenggal kepala Dr BJ Haga di Benteng Tatas, Banjarmasin. Sejak saat itu, pesanggrahan ini tidak lagi digunakan.
Termasuk garasi mobil, yang dulu digunakan untuk memarkir kendaraan saat mengangkut bahan-bahan bangunan, garasi itu kini masih berbentuk seperti awalnya didirikan dan tidak ada struktur yang berubah.
Wisata Geopark Meratus
Seiring waktu, pada 2018 Pesanggrahan Belanda ditetapkan sebagai salah satu situs dari 54 situs Geopark Meratus dan diakui oleh Komite Nasional Geopark Indonesia sebagai Geopark Nasional. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melakukan berbagai pembenahan setelah penetapan status itu.
Geopark ini memiliki luas sekitar 3,645.01 km2 dengan 54 situs yang tersebar pada empat rute, yakni barat, utara, timur dan selatan.
Rute-rute tersebut memiliki arti tentang asal usul terbentuknya Pegunungan Meratus dengan tanda berbagai situs yang terlihat secara kasat mata hingga sekarang.
Salah satu tanda itu diberi nama Pesanggrahan Belanda Mandiangin Tahura Sultan Adam yang terletak di Desa Mandiangin Timur, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Pesanggrahan Belanda menjadi salah satu situs Geopark Meratus yang dijaga dan dilestarikan sebagai warisan bumi yang sangat berharga.
Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) telah mengakui Geopark Meratus sebagai warisan geologi, yakni masuk anggota UNESCO Global Geopark (UGGp).
Pengakuan ini dibuktikan dengan diterimanya sertifikat UGGp untuk Geopark Meratus oleh Gubernur Kalsel Muhidin didampingi Duta Besar Indonesia untuk Prancis Mohamad Oemar dan jajaran pejabat Pemprov Kalsel di Paris, Prancis pada 3 Juni 2025.
“Ini adalah sejarah yang harus kita jaga kelestarian untuk anak cucu. Dan kini kita kembangkan menjadi kawasan wisata unggulan dengan mengedepankan konservasi alam,” kata Fathimatuzzahra menjelaskan.
Sebagai upaya pengembangan wisata, pemerintah daerah setempat memperbaiki dan membangun dua vila yang berada di sebelah timur dan barat pesanggrahan, berjarak masing-masing sekitar 25 meter.
Vila itu dibangun lebih dari 10 kamar untuk menjamu tamu dan pengunjung wisata yang berencana menginap di kawasan itu. Saat subuh, biasanya pengunjung menikmati keindahan alam dan awan saat matahari terbit dan terbenam.
Tidak sampai di situ, komitmen pembenahan terus dilakukan dengan memperluas destinasi wisata di kawasan Pesanggrahan Belanda tersebut, mulai dari wisata para layang, area perkemahan dari puncak tertinggi, kebun binatang, wisata anggrek. Di sana juga dibangun kafe dan resto dengan menggandeng pihak swasta untuk memberikan kenyamanan bagi pengunjung.
Langkah serius ini pun menjadi upaya merawat peninggalan sejarah sebagai kebanggaan bagi Kalimantan Selatan, karena pengembangan kawasan ini pun sejalan dengan upaya pelestarian kawasan hutan yang merupakan bagian penting dalam pelaksanaan Geopark Global.
Dengan langkah ini, Kalimantan Selatan akan terus berupaya menjaga kawasan hutan untuk menjamin kelestarian jutaan flora dan fauna yang ada di Kalimantan untuk saat ini hingga di masa mendatang, tanpa mengesampingkan kepentingan masyarakat dengan pendekatan sosial dan budaya, serta meningkatkan ekonomi warga setempat.
“Bahkan tanpa geopark pun sudah menjadi tanggung jawab kita menjaga alam. Apalagi kini sudah ditetapkan sebagai Global Geopark. Kita adalah bagian dari geopark, kita punya tanggung jawab besar,” kata Fathimatuzzahra. (ANTARA/Tumpal Andani Aritonang)
📬 Berlangganan Newsletter
Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.