JMDN logo

Jalur Air Menuju Kedaulatan Pangan

📍 Nasional
22 November 2025
75 views
Jalur Air Menuju Kedaulatan Pangan

Mataram, 22/11 (ANTARA) - Pada banyak pagi di sentra-sentra pertanian negeri ini, suara mesin pompa sering terdengar lebih nyaring daripada gemericik air yang seharusnya mengalir tenang di saluran irigasi.


Para petani berjalan menyusuri pematang sambil menakar nasib tanamannya dari aliran yang tak selalu setia.


Di sejumlah titik, jaringan irigasi yang dibangun puluhan tahun silam mulai rapuh. Ada yang dangkal disesaki sedimentasi, ada yang bocor sehingga air lenyap sebelum mencapai hamparan sawah di hilir.


Pemandangan semacam ini bukan sekadar potret satu wilayah, melainkan cermin dari tantangan besar menuju kedaulatan pangan nasional bahwa air adalah nadi produksi yang tak boleh tersendat.


Pada titik inilah Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi contoh nyata tentang bagaimana kerja irigasi menentukan arah ketahanan pangan.


Di provinsi ini, para petani menggantungkan harapan pada jaringan saluran yang sebagian telah menua dan sebagian lainnya baru mulai dipulihkan.


Kenaikan produksi beras yang diprediksi Badan Pusat Statistik pada 2025 memang memberi optimisme, namun di balik pertumbuhan itu tersimpan pekerjaan besar yang tak boleh diabaikan.


Revitalisasi irigasi, mulai dari Maronggek hingga Santong dan Kadindi, menjadi penentu apakah kemandirian pangan dapat terus dijaga atau justru terhenti oleh saluran yang tak lagi mampu mengantar air sampai ke sawah.


Infrastruktur


Pada tahun 2025, Pemerintah Provinsi NTB mulai memberikan perhatian lebih serius terhadap penguatan jaringan irigasi. Tiga jaringan besar direhabilitasi sebagai langkah mendukung kedaulatan pangan nasional.


Jaringan Maronggek kompleks yang berada di Lombok Timur, jaringan Santong di Lombok Utara, dan jaringan Kadindi di Dompu menjadi prioritas karena manfaatnya langsung dirasakan ribuan petani.


Rehabilitasi mencakup perbaikan struktur saluran sepanjang ribuan meter, penguatan dinding, penataan kembali jalur air, hingga peningkatan kapasitas aliran.


Hasilnya diharapkan mampu menaikkan indeks pertanaman, hingga lebih dari dua kali lipat.


Jaringan Maronggek kompleks mendapatkan porsi anggaran terbesar mencapai sekitar enam miliar rupiah. Perbaikan dilakukan hampir empat kilometer dengan dampak aliran terhadap 378 hektare lahan. Targetnya adalah peningkatan indeks pertanaman hingga 230 persen.


Di Lombok Utara, jaringan Santong diperbaiki sepanjang dua kilometer lebih dan diproyeksikan mampu mengairi sekitar 468 hektare sawah. Sementara itu, di lereng Tambora, para petani di Dompu menggantungkan harapan pada perbaikan jaringan Kadindi.


Saluran lama di wilayah ini sering bocor sehingga air tak pernah benar-benar mencapai ujung sawah. Rehabilitasi pada tiga ruas dengan panjang total sekitar 3.200 meter ditujukan agar pola tanam padi dan palawija dapat berjalan lebih stabil.


Upaya serupa juga muncul dari kebijakan pusat. Kementerian Pekerjaan Umum menegaskan dukungan terhadap peningkatan jalan, bendungan, dan irigasi di NTB, sejalan dengan arahan presiden untuk merevitalisasi irigasi tua.


Di beberapa titik, irigasi peninggalan orde lama kembali dihidupkan karena dinilai lebih efisien daripada membangun saluran baru. Pengalaman di Desa Penujak menjadi contoh bagaimana jaringan lama yang diperbaiki mampu mendorong petani panen tiga kali setahun atau mencapai indeks pertanaman 300.


Kebijakan menghidupkan aset lama terbukti lebih cepat mengembalikan fungsi irigasi yang sudah bertahun-tahun terabaikan.


Di sisi lain, realitas lapangan menampilkan tantangan yang tidak kecil. Laporan dari sejumlah wilayah menunjukkan kerusakan irigasi yang dibiarkan terlalu lama.


Di Bima, misalnya, beberapa bendungan kecil dan jaringan irigasi rusak, setelah banjir bandang, tetapi perbaikannya tidak segera dilakukan.


Ratusan hektare sawah gagal panen dan sebagian berubah menjadi alur sungai baru. Petani yang biasanya panen tiga sampai empat kali setahun harus menerima kenyataan tidak bisa membajak sawah berbulan-bulan karena aliran air terputus.


Situasi ini memperlihatkan urgensi pemulihan irigasi tidak hanya saat musim tanam, tetapi sebagai strategi jangka panjang.


Kondisi irigasi di NTB juga tidak lepas dari tantangan perubahan iklim. Pola hujan yang berubah, sedimentasi yang meningkat, serta banjir yang lebih sering karena curah hujan ekstrem membuat jaringan irigasi rentan rusak.


Perencanaan teknis yang tidak adaptif sering kali memperpendek usia infrastruktur. Dampaknya terasa langsung pada ketahanan pangan. Jika air tidak bisa dikendalikan, produksi menurun, pendapatan petani tergerus, dan risiko kemiskinan meningkat.


Di sinilah pentingnya menjadikan rehabilitasi irigasi sebagai bagian dari ekosistem besar kedaulatan pangan. Membuat sawah dua kali tanam menjadi tiga kali, atau sawah satu kali menjadi dua kali, artinya menambah kapasitas produksi daerah.


Bagi NTB yang selama ini dikenal sebagai lumbung pangan kawasan timur Indonesia, penguatan irigasi adalah fondasi strategis. Semua kebijakan, mulai dari varietas benih, pupuk organik, hingga alsintan, tidak akan optimal tanpa infrastruktur air yang memadai.


Kedaulatan pangan


Irigasi bukan sekadar saluran beton. Ia adalah urat nadi yang menghubungkan kebijakan pemerintah, kerja keras petani, dan masa depan pangan daerah.


Revitalisasi yang dilakukan tahun ini memberi sinyal bahwa NTB mulai memperbaiki akar persoalan. Namun langkah ini harus diperluas, dipercepat, dan dipertahankan.


Masih banyak jaringan irigasi tua yang belum tersentuh perbaikan. Masih ada saluran yang dangkal, bocor, atau tertimbun lumpur bertahun-tahun.


Di beberapa wilayah, pembangunan bendungan baru sangat dibutuhkan untuk menambah tampungan air, sehingga pasokan tetap terjaga saat kemarau panjang.


Pendekatan yang dibutuhkan bukan hanya teknis, tetapi juga sosial. Restorasi irigasi bisa menjadi momentum memperkuat partisipasi masyarakat.


Dalam banyak budaya agraris, gotong royong membersihkan saluran adalah tradisi yang lama hidup. Revitalisasi program irigasi lama dapat ikut membangkitkan kembali spirit kebersamaan itu.


Pemerintah pusat dan daerah perlu memastikan anggaran irigasi tidak hanya besar, tetapi juga tepat sasaran, transparan, dan melibatkan petani sebagai pengguna utama.


Ke depan, NTB perlu merancang peta jalan kemandirian pangan berbasis air. Setiap jaringan irigasi harus dipetakan, mulai dari kapasitas, kondisi kerusakan, hingga prioritas perbaikan.


Sistem informasi irigasi berbasis data real time bisa menjadi solusi untuk memantau debit, kebocoran, dan gangguan.


Teknologi digital dan drone pemantau dapat digunakan untuk mengurangi tingkat kerusakan yang terdeteksi terlambat.


Selain itu, konservasi hulu dan normalisasi sungai harus menjadi bagian tak terpisahkan agar irigasi tidak menjadi korban banjir berulang.


Pada akhirnya, upaya memperkuat irigasi adalah bagian dari upaya memperkuat bangsa. Kedaulatan pangan bukan hanya tentang kecukupan beras, tetapi tentang kemampuan daerah menjaga keberlanjutan hidup warganya.


NTB telah memiliki modal kuat dan bukti lapangan bahwa perbaikan irigasi mampu meningkatkan produksi dan memperbaiki ekonomi petani.


Tantangannya adalah mengubah program menjadi gerakan, mengubah kebijakan menjadi praktik, dan mengubah air yang mengalir menjadi kesejahteraan.


Jika satu aliran kecil saja dapat menghidupkan ratusan hektare sawah, maka jaringan irigasi yang direvitalisasi secara menyeluruh dapat menghidupkan harapan yang jauh lebih besar.


Di situlah letak kedaulatan pangan NTB berpijak. Air yang mengalir adalah masa depan. Air yang terkelola adalah kedaulatan. Dan irigasi yang baik adalah jembatan menuju mimpi panjang NTB menjadi penopang pangan negeri. (ANTARA/Abdul Hakim)

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul Jalur Air Menuju Kedaulatan Pangan

📬 Berlangganan Newsletter

Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.

Berita Populer

Berita Populer