JMDN logo

Cegah Beras Turun Mutu dan Momentum Perbaikan Tata Kelola Pangan

📍 Nasional
7 September 2025
67 views
Cegah Beras Turun Mutu dan Momentum Perbaikan Tata Kelola Pangan

Jakarta, 07/9 (ANTARA) - Masalah penurunan mutu beras kembali menjadi sorotan besar, bukan hanya karena dampaknya terhadap kualitas pangan masyarakat, tetapi juga karena potensi kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah.


Fenomena “beras turun mutu” terjadi ketika kualitas beras menurun akibat sejumlah faktor, mulai dari proses penyimpanan yang tidak tepat, pencampuran dengan beras kualitas rendah, serangan hama, hingga pengolahan yang kurang memadai.


Perubahan ini tidak hanya memengaruhi tekstur, rasa, dan nilai gizi, tetapi juga berdampak langsung pada harga jual di pasaran.


Saat berita mengenai 100 ribu ton beras sisa impor yang terancam terbuang karena mengalami penurunan mutu mencuat, perhatian publik dan akademisi pun semakin tertuju pada persoalan mendasar dalam tata kelola cadangan pangan nasional.


Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, menjelaskan bahwa beras-beras tersebut tersimpan di gudang filial milik mitra Bulog.


Beras ini merupakan bagian dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang pendanaannya berasal dari APBN. Dengan potensi kerugian negara mencapai Rp1,2 triliun, peristiwa ini menjadi peringatan keras tentang pentingnya tata kelola penyimpanan beras yang lebih profesional.


Proses penyimpanan yang tidak memadai menjadi salah satu penyebab utama kerusakan beras.


Kelembaban yang tinggi, suhu ruang yang tidak stabil, paparan sinar matahari langsung, dan kondisi gudang yang kurang bersih kerap memicu berkembangnya jamur, serangga, dan mikroorganisme yang menurunkan kualitas beras.


Ketika penyimpanan dilakukan tanpa standar yang ketat, beras bisa menjadi basi, berbau tidak sedap, keras, atau bahkan kehilangan kandungan gizinya.


Untuk menjaga kualitas beras, dibutuhkan strategi penyimpanan yang tepat. Penyimpanan di tempat kering dengan kelembaban rendah menjadi kunci utama untuk mencegah pertumbuhan jamur dan serangan hama.


Selain itu, penggunaan wadah kedap udara membantu menjaga kestabilan kualitas dan mencegah kelembaban berlebih. Gudang penyimpanan sebaiknya dijauhkan dari paparan sinar matahari langsung dan memiliki suhu stabil pada kisaran 15–25 derajat celcius.


Kebersihan tempat penyimpanan juga perlu menjadi prioritas, karena debu, kotoran, dan sisa serangga dapat menjadi pemicu utama penurunan mutu.


Teknologi sederhana seperti penggunaan bahan penyerap kelembaban, misalnya silica gel, juga dapat membantu menjaga kualitas beras lebih lama. Pemeriksaan berkala atas kondisi stok menjadi langkah yang tak kalah penting untuk mencegah kerusakan lebih parah.


Di sisi lain, penyerapan gabah dengan kualitas apa pun atau istilahnya any quality menjadi tantangan tersendiri.


Praktik ini kerap dilakukan untuk mengejar target serapan, tetapi tanpa standar kualitas yang ketat, risiko terjadinya beras turun mutu semakin besar.


Proses pengolahan


Jika gabah yang diserap tidak memenuhi standar, hasil olahan beras juga akan cenderung berkualitas rendah.


Proses pengolahan yang tidak optimal, seperti pengeringan dan penggilingan yang kurang baik, akan memperburuk masalah ini.


Karena itu, penting bagi Bulog dan pemangku kepentingan lainnya untuk menetapkan standar kualitas gabah secara tegas agar mutu beras terjaga sejak dari hulu.


Meski menghadapi tantangan besar, kondisi beras turun mutu bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan. Ada berbagai alternatif pemanfaatan yang bisa dilakukan untuk meminimalkan kerugian.


Beras kualitas rendah dapat diolah menjadi produk pangan turunan seperti kue, roti, atau biskuit. Selain itu, beras turun mutu juga bisa digunakan untuk pakan ternak, bahan baku bioetanol, pupuk organik, bahkan kerajinan tangan berbahan dasar beras.


Pendekatan ini tidak hanya membantu mengurangi potensi pemborosan pangan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru di sektor hilir.


Namun, pencegahan tetap lebih baik daripada sekadar mengelola kerusakan. Ada sejumlah langkah strategis yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko terjadinya beras turun mutu.


Pertama, menetapkan standar kualitas gabah yang ketat dan mengawasi implementasinya di lapangan.


Kedua, memastikan proses pengolahan gabah menjadi beras dilakukan dengan teknologi yang tepat, mulai dari tahap pengeringan, penggilingan, hingga penyimpanan.


Ketiga, meningkatkan tata kelola gudang penyimpanan dengan mengadopsi praktik terbaik yang didukung teknologi pengendalian suhu dan kelembaban.


Keempat, melakukan pengawasan kualitas secara rutin untuk mendeteksi potensi penurunan mutu sejak dini.


Teknologi pengolahan


Tidak kalah penting adalah peran edukasi dan pelatihan bagi petani. Pengetahuan tentang praktik penanaman, pemanenan, dan pengolahan gabah yang baik sangat diperlukan untuk memastikan kualitas sejak tahap awal.


Selain itu, teknologi pengolahan modern perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan konsistensi mutu produk. Sertifikasi kualitas juga menjadi langkah strategis agar setiap beras yang masuk ke pasar memenuhi standar yang berlaku dan dapat dipercaya oleh konsumen.


Persoalan beras turun mutu sesungguhnya merupakan tantangan yang kompleks karena melibatkan banyak pihak dalam rantai pasok pangan, mulai dari petani, penggilingan, Bulog, hingga lembaga pemerintah terkait.


Namun, persoalan ini sekaligus menjadi momentum penting untuk membenahi sistem cadangan pangan nasional.


Penanganan yang tepat tidak hanya akan mengurangi potensi kerugian negara, tetapi juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan pangan pemerintah.


Dengan manajemen yang lebih profesional, penggunaan teknologi yang efektif, dan penetapan standar kualitas yang konsisten, Indonesia berpeluang memperkuat ketahanan pangan sekaligus melindungi kesejahteraan petani.


Beras merupakan kebutuhan pokok mayoritas masyarakat Indonesia, sehingga menjaga kualitasnya adalah soal kepentingan publik yang luas.


Oleh karena itu, langkah-langkah perbaikan tata kelola penyimpanan, penyerapan gabah, dan pengolahan beras tidak bisa ditunda.


Masalah beras turun mutu tidak boleh hanya disikapi sebagai kerugian ekonomi, tetapi juga sebagai peringatan agar sistem pangan nasional lebih terintegrasi, efisien, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.


Ketika setiap pemangku kepentingan mengambil perannya, mulai dari hulu hingga hilir, cita-cita menciptakan sistem pangan yang berdaya saing dan berkelanjutan dapat terwujud.


Dalam konteks inilah, persoalan beras turun mutu seharusnya menjadi pemicu lahirnya kebijakan pangan yang lebih berpihak, sistemik, dan berbasis pada pengelolaan yang modern dan profesional.



*) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.


Oleh Entang Sastraatmadja*)

📬 Berlangganan Newsletter

Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.

Berita Populer

Berita Populer