Menganyam Kisah Nusantara di The Indonesia Broadway

Jakarta, 24/8 (ANTARA) - Riuh tepuk tangan merayap ke seluruh sudut Indonesia Arena pada Jumat (22/8) malam. Lampu panggung perlahan meredup, menutup tirai malam pertama “Sabang Merauke: The Indonesia Broadway 2025”.
Selama hampir tiga jam, penonton diajak berkelana menelusuri kepingan-kepingan kisah rakyat dari berbagai daerah. Tari, musik, busana, dan nyanyian bergantian hadir, menjelma jadi sebuah perjalanan kolosal yang menyulam keberagaman.
Sutradara Rusmedie Agus tampak lega sekaligus haru. Baginya, sambutan penonton adalah energi tambahan untuk seluruh tim.
“Antusiasme malam ini membangkitkan semangat para penari untuk melanjutkan pertunjukan di tanggal 23 dan 24 Agustus nanti,” ujarnya.
Rusmedie bercerita, proses kreatif Sabang Merauke bukanlah pekerjaan semalam. Diskusi-diskusi bersama tim kreatif sudah dimulai sejak dua hari setelah pergelaran tahun lalu di JIExpo Kemayoran.
“Kami merasa perlu melakukan riset, menemui tokoh kebudayaan, menjaga nilai yang tak bisa diubah, dan menghadirkan nuansa hiburan agar generasi muda menikmatinya,” tambahnya.
Miniatur Nusantara
Bagaimana menampilkan keragaman budaya Indonesia dalam satu panggung? Pertanyaan itu menghantui Iskandar Loedin, sang penata panggung.
“Rasanya tidak adil kalau hanya mengambil satu ornamen atau peninggalan arsitektur untuk mewakili semuanya,” katanya.
Solusinya, ia membangun imaji kepulauan: daratan dan lautan yang terpisah, namun tetap saling terhubung.
Di atas panggung itulah 351 penari yang berlatih di Yogyakarta menari lebih dari 100 koreografi. Setiap gerak, setiap irama, seakan menghidupkan kembali narasi “Hikayat Nusantara” yang menjadi tema tahun ini.
Dari sisi musik, Nunung Basuki menyusun harmoni lebih dari 50 alat musik tradisional dengan 40 seniman dari berbagai daerah. Proses produksinya berpindah-pindah kota: Jakarta, Banyuwangi, Solo, hingga Yogyakarta.
“Keaslian tetap dijaga, tapi kami kembangkan untuk generasi muda,” ucapnya.
Avip Priatna menambahkan sentuhan orkestra. Ia bersyukur bisa berkolaborasi dengan aransemen kaya nuansa.
“Kekayaan musik Indonesia tidak habis digali. Apa yang saya bayangkan dalam notasi bisa terjadi di panggung, itu berkah,” ujarnya.
Dari tenun hingga karya 19 desainer
Keindahan pertunjukan tak hanya datang dari musik dan tari, tapi juga dari busana. Era Soekamto yang bertindak sebagai koordinator desainer menjelaskan, lebih dari 19 desainer bergabung. Nama-nama besar seperti Ivan Gunawan, Ghea Panggabean, Didi Budiardjo, hingga mendiang Opi Bachtiar menyumbang rancangan.
“Ini padat karya di bagian kostum,” kata Era. “Ada tenun, batik, aksesori nusantara yang disesuaikan dengan koreografi. Misalnya kostum Mbak Yura, memakai 50 meter kain hijau dengan tambahan embellishment agar menaklukkan skala panggung.”
Kolaborasi meluas hingga Jember Fashion Carnival, Gondang Legi, dan Subeng Klasik. Setiap helai kain, tenun, dan songket dirancang bukan hanya untuk indah dipandang, tetapi juga bercerita tentang akar budaya.
Sabang Merauke juga menghadirkan pertemuan lintas genre musik. Jakarta Concert Orchestra berpadu dengan 50 musisi tradisional. Kekuatan semakin lengkap dengan 60 penyanyi Batavia Madrigal Singers, pemenang European Grand Prix, dan 32 anak Resonance Children’s Choir yang pernah meraih juara dunia.
Deretan penyanyi nasional memperkuat lantunan lagu, dari Yura Yunita, PADI Reborn, Sruti Respati, Mirabeth Sonia, hingga Taufan Purbo. Atraksi barongsai Kong Ha Hong yang pernah menyabet gelar juara dunia pun turut menyemarakkan panggung, disusul hentakan Marching Band Politeknik Imigrasi.
Bagi koreografer Sandhidea Cahyo, kekuatan terbesar ada pada kebersamaan.
“Di 351 penari yang latihan di Yogyakarta, rasa kebersamaan sangat kuat. Itu yang mewujudkan apa yang dicita-citakan bersama,” katanya.
Penyanyi Yura Yunita menyebut pertunjukan ini bukan sekadar hiburan, tapi juga gerakan kebudayaan. “Dalam tiga jam, penonton bisa belajar banyak sekali kekayaan Indonesia dari Sabang sampai Merauke,” ucapnya.
Apresiasi juga datang dari Ari, vokalis PADI Reborn. Ia menilai pertunjukan ini seharusnya bisa ditonton lebih banyak orang.
“Bukan hanya soal hiburan, ini mempertebal rasa persatuan. Kalau bisa, ditampilkan di setiap kabupaten,” katanya.
Pesan persatuan itu juga ditekankan Elwin Hendrijanto, salah satu penata musik. Ia menyebut kekuatan pagelaran ini bertumpu pada pertemuan lintas tradisi.
“Orkestra yang hebat, choir yang hebat, tradisi dari Sabang sampai Merauke, semuanya bersatu. Itu mencerminkan kehidupan kita di Indonesia sungguhan: berbeda-beda, tapi bertemu di tengah.”
Ia mencontohkan kolaborasi lagu “Mahadewi” yang dibawakan PADI bersama gamelan. Nada dasar yang berbeda akhirnya disepakati untuk “bertemu” di bass.
“Pertemuan di tengah itulah yang memperkaya semuanya,” tuturnya.
Indonesia adidaya kebudayaan
Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha yang hadir malam itu tak kuasa menyembunyikan rasa bangganya.
“Saya sampai berlinang air mata. Bersyukur lahir di Indonesia dengan budaya yang begitu kaya. Semua yang tampil malam ini luar biasa, semuanya pemersatu kita,” katanya.
Ia menegaskan, Indonesia layak disebut adidaya kebudayaan. “Proses pelestarian dan pemajuan budaya tidak bisa dilakukan sendiri, harus kerja sama antara pemerintah, daerah, dan swasta. Karena ini sudah kewajiban konstitusi,” ujarnya.
Antusiasme masyarakat, kata Giring, terlihat dari tiket yang hampir habis terjual.
“Setiap tahun selalu sold out. Tahun ini juga begitu. Mudah-mudahan ke depan semakin banyak acara seperti ini hadir di berbagai daerah.”
“Sabang Merauke: The Indonesia Broadway 2025” bukan sekadar pertunjukan seni. Ia adalah sebuah kerja kolektif: musik tradisi dan orkestra modern, busana klasik dan kontemporer, seniman muda dan maestro senior. Semua disulam dalam satu hikayat yang merayakan Indonesia.
Dari barat hingga timur, dari cerita rakyat hingga aransemen modern, semuanya berpadu di panggung megah Indonesia Arena. Pertunjukan yang sudah memasuki tahun kelima ini akan terus berlanjut pada 23 dan 24 Agustus.
Lebih dari sekadar hiburan, Sabang Merauke adalah sebuah pernyataan bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan Indonesia akan selalu menemukan cara untuk bertemu di tengah. (ANTARA/Ida Nurcahyani/Farika Khotimah)
📬 Berlangganan Newsletter
Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.